Pertemuanantara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini. Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, "Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan Sebelummembaca hizib, baca surat Al Fatihah untuk: Nabi Muhammad, Syekh Abul Hasan Asy Syadzili, dan Syekh Mahfuzh Sya'Rani (orang yang memberi ijazah hizib ini. Bila punya musuh tertentu dengan hizib ini dia dapat tunduk, minta maaf bahkan hingga bisa membunuhnya. Cara mengetrapkannya adalah membaca hizib ini 3 kali pada hari Senin atau Ijazah: Pangeran Sukemilung Kesedihan apa yang dapat membuat kita hancur dalam keterpurukan selain kemiskinan, kekurangan dan ketidak BeliBuku Hayat dan Wasiat Kisah Perjalanan Hidup dan Menghidupkan Hati Terbaru September 2022. ️ 15 hari retur assalamualaikum wr.wbberbagi kisah islami/sejarah para waliyullah,ulama dan habaib tentang karomah dan keistimewaannya serta mengkaji ilmu tentang syari'at, pemain yang bertugas mengontrol pertahanan dalam bola voli disebut. Syekh Abu Hasan As-Syadzili adalah seorang ulama sufi yang lahir di desa yang bernama Ghumarah, dekat daerah Sabtah sekarang kota Thonjah/Ceuta, Afrika Utara, Maroko. Pada tahun 593 H/ 1197 M. nama lengkap beliau adalah Ali Bin Abdillah, Bin Abdul Jabbar, Bin Tamim, Bin Hurmuz, yang kalau diteruskan nasabnya akan sampa kepada Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib, cucu Rosulullah intelektual dan ruhaniah Syekh Abu Hasan as-Syadzili sangat panjang, beliau pertama kali belajar ilmu syariat dan menghafal al-qur’an waktu masih kecil di desa kelahirannya. Namun betatapapun penguasaan seseorang terhadap ilmu-ilmu lahiriyah semacam fikih, nahwu shorof dan lain itu belum membawa jiwa ke alam kerohanian yang tinggi. Syekh Abu Hasan yang memendam suatu hasrat yang amat kuat untuk medekatkan diri pada Allah, dan akhirnya memutuskan untuk merantau ke Negara Iraq. Dimana Iraq pada waktu itu merupakan pusat peradaban Islam dan kota tujuan setiap penuntut ilmu, disamping tempat para ahli ilmu dunia, juga pusat tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang fiqh, hadist, dan pengembaraanya di Negara Iraq, yang merupakan kawasan para sufi dan orang-orang saleh. Bertemulah beliau dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, seorang syekh yang paling berkesan di dalam hatinya sewaktu di Iraq. Kemudian Syekh Abu Fath berkata pada Syekh Abu Hasan, “Hai Abu Hasan, engkau mencari wali qutb di sini, padahal dia berada di negaramu sendiri, kembalilah, maka kamu akan menemukannya’’.Akhirnya, Syekh Abu Hasan kembali lagi ke Maroko, kemudian bertemu dengan Syekh Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdus Salam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani al-Qutb al-Akbar Maghrib, kepada beliaulah kemudian Syekh Abu Hasan baru sampai di Maroko dan ingin menemui Syekh Abdus Salam, Syekh Abu Hasan membersihkan badan dan datang laksana orang yang hina dina dengan penuh dosa. Sebelum beliau menemui Syekh Abdus Salam, ternyata Syekh Abdus Salam sudah mengetahui kedatangannya dan terlebih dulu menemui Syekh Abu Hasan di lereng gunung sekitar tempat tinggal Syekh Abdus Abdus Salam kemudian menemuinya sambil berkata, “Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar,” begitu sambutan Syekh Abdus Salam sambil menuturkan nasab Syekh Abu Hasan yang sampai kepada Rasulullah Syekh Abdus Salam berkata lagi kepada Syekh Abu Hasan, “Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak punya amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.Kemudian Syekh Abu Hasan tinggal bersama Syekh Abdus Salam dalam beberapa hari, untuk membersihkan dirinya. Selama tinggal bersama Syekh Abdus Salam, Syekh Abu Hasan melihat beberapa karomah yang dimiliki oleh kedua ulama tersebut benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu Hasan dari gurunya tersebut. Di antara wasiat dari Syekh Abdus Salam yang diberikan kepada Syekh Abu Hasan adalah “Pertajamlah penglihatan keimananmu, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu.”Adapun asal usul nama Syadzili beliau peroleh dalam perjalanan ruhaniahnya. Dalam perjalanan ruhaniahnya beliau bercerita, “Ketika saya duduk di hadapan Syekh Abdus Salam, di dalam ruangan kecil, di sampingku ada anak kecil, aku ingin bertanya kepada Syekh Abdus Salam tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata “Wahai Abu Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah ada di dalam hatimu. Akhirnya Syekh Abdus Salam tersenyum dan berkata “Dia telah menjawab pertanyaanmu.”Setelah kejadian tersebut, Syekh Abdus Salam memerintahkan Syekh Abu Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah Tepatnya di daerah Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili, padahal waktu itu Syekh Abu Hasan belum dikenal dengan nama sesuai perintah dari gurunya, Syekh Abu Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia-rahasia yang telah dikatakan oleh Syekh Abdus Salam kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniahnya, Syekh Abu Hasan banyak menerima ujian sebagaimana ujian yang dialami oleh para wali pilihan di Syadzilah, suatu daerah yang tak jauh dari Tunis, Syekh Abu Hasan menuju gua yang berada di Gunung Zaghwan, dan menundukkan dirinya semata-mata kepada Allah lewat beribadah, shalat, puasa, tilawat, dan hari, selama munajatnya di Gunung Zaghwan Syekh Abu Hasan selalu membaca Surat Al-An’am. Selama bermunajat di Gunung Zaghwan, Syekh Abu Hasan tidak menyembunyikan diri dari orang-orang yang ingin menemuinya, ia selalu menyambut dengan baik setiap pecinta ma’rifah yang benar benar serius dalam menuntutnya. Di dalam sebuah gua yang ada di gunung itulah, Syekh Abu Hasan berkhalwah hingga hatinya benar-benar kosong dan hanya ada Allah Swt. Jiwanya pun telah suci dari saat di akhir munajatnya, ada bisikan suara kepada Syekh Abu Hasan “Wahai Abu Hasan, turunlah dan bergaul-lah bersama orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu. Kemudian Syekh Abu Hasan berkata, “Ya Allah, mengapa engkau perintahkan aku untuk untuk bergaul bersama mereka? Aku tidak mampu.” Kemudian pertanyaan tersebut dijawab, “Sudahlah, turun! Niscaya kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan dari mereka.”Kemudian Syekh Abu Hasan berkata lagi, “Kalau aku bersama mereka, apakah nanti aku makan dari dirham mereka?” Kemudian muncullah jawaban, “Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizki dari usahamu juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib.” Setelah itu, Syekh Abu Hasan bergaul dengan penduduk setempat, bahkan mempunyai halaqah dzikir dan perihal penisbatan nama Syadzili kepadanya, Syekh Abu Hasan berkata, “Pernah aku berkata, “Wahai Allah, mengapa engkau menamakanku dengan As-Syadzili, sedangkan aku tidak berasal dari Syadzilah. Maka aku mendengar jawaban, “Wahai Ali, aku tidak menamakanmu dengan As-Syadzili, tetapi engkau adalah Syadzdzuli dibaca dengan tasydid huruf dzal, yang artinya orang yang mengasingkan untuk berkhidmat dan setelah dari daerah Syadzilah, Syekh Abu Hasan bertolak ke Tunisia, tempat beliau akan menerima sebuah cobaan. Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh guru beliau Syekh Abdus Salam, “Akan ditimpakan ujian kepadamu di sana Tunisia dari pihak penguasa.”Ketika di Tunis, Syekh Abu Hasan tinggal di Masjid al-Bilath, banyak para ulama dan sufi yang bermukim di lingkungan sekitarnya, di antaranya al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah berdakwah di Tunis, bergaul dengan masyarakat, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Nama Syekh Abu Hasan terkenal di mana-mana. Sampai suatu saat terdengar oleh kadi al-Jama’ah Abul Qosim bin Barra’.Ketenaran beliau membuat sang kadi, gerah, iri dan hasud. Karena Syekh Abu Hasan mempunyai murid yang sangat banyak. Kemudian sang kadi pun berusaha untuk merusak popularitasnya. Dengan usaha melaporkan kepada Sultan Abi Zakariya, dengan tuduhan, bahwa Syekh Abu Hasan berasal dari golongan Fathimi, yang saat itu memang dimusuhi Kerajaan mendapat laporan dari sang kadi, sultan pun langsung mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu Hasan dan Kadi Abul Qosim, serta para pakar fikih. Pertemuan tersebut dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh keilmuan dan kemampuan yang dimiliki oleh Syekh Abu berbagai pertanyaan yang dilontarkan untuk mempermalukan Syekh Abu Hasan di depan umum. Namun usaha itu sia-sia, karena jawaban Syekh Abu Hasan yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, justru yang didapatkan adalah pengakuan dari Sultan bahwa beliau adalah termasuk pemuka para wali. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Syafi’i, “Dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia”.Setelah kadi Abul Qosim gagal merusak popularitas Syekh Abu Hasan dan malu, justru nama Syekh Abu Hasan semakin harum di kalangan masyarakat. Rasa iri dan dengki sang kadi pada Syekh Abu Hasan semakin bertambah. Ia memberikan ultimatum kepada Sultan Abi Zakariya dengan mengatakan, “Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana.”Setelah diultimatum oleh sang kadi dan khawatir akan lengser. Sultan pun menahan Syekh Abu Hasan dan memenjarakannya di dalam Istana. Kabar tentang penahanan Syekh Abu Hasan terdengar oleh salah satu itu kemudian menjenguk Syekh Abu Hasan. Dengan penuh prihatin, sahabat Syekh Abu Hasan berkata, “Orang-orang di luar sana membicarakanmu, bahwa kamu telah melakukan ini dan itu.”Kemudian dia menangis di depan Syekh Abu Hasan. Syekh Abu Hasan pun menanggapinya dengan senyum manis seraya berkata, “Demi Allah, andai kata aku tidak menggunakan adab syara’ maka aku akan keluar dari sini,” seraya mengisyaratkan dengan jarinya. Ketika setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding, maka dinding tersebut langsung Syekh Abu Hasan tidak berakhir di Tunis, walaupun cikal bakal tarekatnya pertama kali di Tunis. Setelah dari Tunis beliau pindah ke wilayah timur, tepatnya di Iskandariah, Mesir. Di sinilah beliau bertemu dengan Syekh Abi Abbas Al-Mursyi, murid sekaligus penerus beliau pindah ke Mesir adalah karena ia mimpi bertenu Rasulullah Saw. Dalam mimpi itu, Rasul berkata, “Hai Ali, pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut padaku.”Sehingga ketika tinggal di Mesir, banyak ulama yang berguru kepada beliau, di antaranya adalah Izzudin bin Abdus Salam, Ibnu Daqiq Al-Id, al-Hafidz Al-Mundziri, Ibnu al-Hijab, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur dan beberapa murid beliau yang lain di madrasah Abu Hasan As-Syadzili meninggal pada tahun 656 H/ 1258 M dan dimakamkan di Humaitsara, Wilayah Bahr Ahmar. Sebelum meninggal, beliau sering menunaikan haji setiap tahun. Syekh Abu Hasan as-Syadzili, tidak meninggalkan sebuah berbentuk kitab dalam bidang tasawuf, namun beliau meninggalkan hal besar yang berbentuk laku Tarekat Syadziliyah dan Hizb Hizb An-Nashr, Hizb Bahr, Hizb Barr, Hizb Andarun Hizb tawasul dan lainnya. Semua yang dilakukan oleh Syekh Abu Hasan adalah Semata-mata untuk kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat kitab inti yang menjadi rujukan pengajaran tasawuf Syekh Abu Hasan As-Syadzili adalah Khatamul Auliya’ karya Al-Hakim Al-Tirmizi, al-Mawaqif wa al-Mukhotobah, karya Muhammad Bin Abdul Jabbar An-Niffari, Qutuul Qulub karya Abi Thalib Al-Makky, Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, as-Syifa’ karya Qodhi Iyadh, Ar-Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi dan Muharrah Al-Wajiz Ibnu Tarekat as-Syadziliyah, tersebar di berbagai Negara, seperti Mesir, Tunis, Libya, Sudan, Indonesia dan lain sebagainya. Adapun sanad Tarekat as-Syadziliyah tersambung sampai Rasulullah A’lam Dzikir dan Hizib Tarekat Syadziliyah Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili. Penganut Tarekat Syadziliyah kental dengan suasana dzikir dan hizib dalam tata cara ritual peribadatnnya. Ia tidak jauh dari ciri khas Tasawuf menarik dari Tarekat Syadziliyah adalah, kandungan makna hakiki dari Hizib hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tarekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tarekat, secara umum pada pola dzikir tarekat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tarekat ini, kebijasanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi si pemakai maupun terhadap orang-orang di contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn Atha’ilah berikut “Asma al-Latif,” Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, “Yang Mengalahkan” sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tarekat-tarekat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tarekat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tarekat Syadziliyah ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tarekat ini adalah “ketenangan” yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya asy-Syadzili, Ibn Atha’illah, Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri’ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya “ketenangan” ini tentu saja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar. Baca Syarat Mempelajari TarekatDisamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya’nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tarekat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tarekat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tarekat berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tarekat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangkaian-rangkaian doa yang panjang hizb, dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan juga Tasawuf Aswaja Ahlussunnah Wal Jamaah, Tinjauan SekilasMuqoddimah Qonun Asasi Hadrotussyekh Hasyim Asy’ariHizib al-Bahr, Hizib Nashor, Hizib al-HafidzahMasih tentang Dzikir hizib Tarekat Syadziliyah. Para pengamal Tarekat Syadziliyah yang didirikan oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran talkin yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah al-Bahr, Hizb Nashor, disamping Hizib al-Hafidzah, merupaka salah satu Hizib yang sangat terkenal dari as-Syadzilli. Hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama digunakan untuk melindungi selama dalam Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Dan di Indonesia, di mana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan magis doa ini hanya dapat “dibeli” dengan berpuasa atau pengekangan diri yang lainnya dibawah bimbingan dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tarekat lain untuk memohon perlindungan tambahan Istighotsah, dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandeglang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa’iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tarekat ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera magis yang Nama-nama Allah Yang Agung Ism Allah A’zhim dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkan dan menjamin respon supra pemakaian hizib, wirid, dan doa, para syekh tarekat biasnya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib Azhab, dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang mengikuti suaru pelatihan dari sang Syadziliyah ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang Tarekat Syadziliyah ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Mesir yang merupakan awal mula penyebaran Tarekat Syadziliyah ini yang mempunyai beberapa cabang, yakitu al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- menarik dari Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf Aswaja termasuk Tarekat Syadziliyah pimpinan Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat dahsyat.

doa penarik rezeki syekh abul hasan asy syadzili